VIRAL, JAKARTA — Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dinilai paling peka terhadap isu HAM yang menjadi salah satu topik dalam debat capres dan cawapres yang berlangsung pada Selasa (12/12) malam kemarin.
Utamanya saat pembahasan terkait konflik yang terjadi di Papua. Pasangan nomor urut satu tersebut lebih memilih menyelesaikan permasalah yang terjadi dengan memberikan rasa keadilan kepada seluruh masyarakat Papua.
“Bisa kita lihat bagaimana Pak Anies memberikan tanggapan bahwa masalah yang terjadi di Papua bukan kekerasan semata, sepertu banyak yang menganggap teroris, separatis dan kriminal. Padahal, permasalahn utamanya adalah tidak adanya keadilan di tanah Papua,” kata Juru Bicara Timnas AMIN, Muhammad Ramli Rahim (MMR) dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/12).
Berangkat dari permasalahan utama tersebut, lanjut MRR, AMIN bertujuan untuk bukan hanya sekedar meniadakan kekerasan. Tetapi mewujudkan situasi damai dengan jaminan keadilan.
“Yang disampaikan Pak Anies, tenth bukan sekedar khayalan. Dalam debat ia turut memaparkan cara-cara. Pertama, atas semua pelanggaran HAM harus diseleaikan tuntas. Kedua memastikan keadilan. Dan ketiga, membangun dialog kopartisipatif,” bebernya.
Gagasan yang disampaikan Anies ini, kata Ramli adalah sebuah tanggapan atas jawaban yang diberikan Prabowo menjawab pertanyaan strategi menyelesaikan kekerasan yang meningkat di Papua. Paslon capres nomor urut dua tersebut, menurut Ramli, justru menganggap permasalah di sana sangat rumit.
“Yang mana menurut Pak Prabowo di sana rumit karena ada campur tangan asing, kekuatan tertentu selalu membuat Indonesia disintegrasi. Bahkan beliau menyalahkan kelompok teroris,” bebernya.
Jawaban ini ditegaskan Ramli, terdengar tidak memberikan solusi sama sekali. Justru Prabowo yang mendengar tanggapan Anies, kata dia, turut setuju dengan keingan-keinginan AMIN menyelesaikan persoalan kekerasan yang terus meningkat di Papua.
“Tidak ada solusi. Yang ada Pak Prabowo membernarkan bahwa jaminan keadilan memang harus diberikan kepada masyarakat Papua. Kendati tetap menurut beliau tidak sesederhana itu. Ada Faktor lain, geopolitik, dan ideologi, yang tidak gampang,” tukasnya.(*)