VIRAL, MAKASSAR – JEJAK waktu telah dilewati Munafri Arifuddin alias Appi. Periode kehidupan yang telah dijalaninya agaknya memerlukan pengabdian lain. Bagi Appi, bisnis sebenarnya juga bidang pengabdian. Namun hati kecilnya mengatakan lain.
Appi ingin mengabdi, yang tidak hanya memikirkan keuntungan finansial. Itulah dunia sosial dan politik. Kegiatan sosial sudah dijalaninya, yang bahkan terus dikembangkannya.
Dunia yang tiba-tiba saja telah kembali berada di depannya adalah kegiatan politik. Sebelumnya dia memang mencoba memasukinya dengan berbagai perannya yang kemudian diembannya. Namun, bidang-bidang sosial tetap mendapatkan perhatiannya, hingga warna kehidupannya menjadi bermacam-macam seperti indahnya pelangi sehabis hujan.
Agaknya selama ini, kompetisi politik menjadi ajang perebutan kekuasaan dan setelahnya para pemenang seperti sedang ”mengeruk” kembalinya modal yang sudah dikeluarkan ketika masa kampanye untuk iklan ”jual diri”nya.
Kelatahan inilah yang akhirnya menyebabkan sebagian para politisi terjebak dalam ”kubangan” korupsi. Tak peduli latar belakang keagamannya, latar belakang pendidikannya, semua seolah telah masuk dalam logika pasar transaksional ”jual beli”. Begitulah logika sesat politik yang mengabaikan substansinya.
Politik dianggap hanya sebatas perebutan kekuasaan dengan segala cara dan setelahnya kerakusan menyertainya.
”Namun bagi saya, politik itu bukalah syahwat untuk kekuasaan tapi harus diarahkan sebagai bentuk jalan untuk pengabdian dan memperjuangkan hak rakyat. Politik itu sesungguhnya sesuatu yang mulia, tergantung kita mengarahkannya kemana” ungkap Appi.
Selama ini, lanjutnya, hanya politik yang membicarakan sebuah cara dan kelola pemerintahan daerah untuk kesejahteraan rakyatnya. Suatu pemerintahan daerah akan maju dan besar dimulai dari tata kelola politik yang baik.
Apabila hal itu didasari oleh ”pengabdian” maka para politisi semestinya sudah menyerahkan dirinya sebagai milik publik dan mati hidupnya adalah untuk kehidupan orang banyak.
”Politisi mestinya rela berkorban bukannya memakan korban. Korupsi politisi adalah bentuk nyata politisi telah memakan korban. Siapa korbannya? Rakyat yang kelaparan, rakyat yang terlunta-lunta, rakyat yang tidak bisa mengeyam pendidikan, rakyat yang bingung mencari kerja, perampok, penjambret, preman dan sebagainya.Semua itu adalah korban-korban dari korupsi yang dilakukan para politisi,” jelas Appi saat ditanya seputar pandangan politiknya.
Pengabdian dirinya untuk membawa kota Makassar yang lebih maju, baik dari segi budaya, ekonomi maupun pembangunan, serta warganya yang sejahtera. ”Saya tidak terjun ke politik sebagai pekerjaan. Bicara pekerjaan, bisnis saya ada. Jadi, ajang ini memang benar-benar upaya pengabdian,” tekadnya.
Meski sejatinya politik itu adalah suatu pengabdian, diakui Munafri, tapi sayangnya sebagian pemimpin banyak menyalahgunakan kekuasaan tersebut untuk kepentingan pribadi dan golongan.
Padahal, politik yang diemban adalah amanah masyarakat. ”Karena itu dalam berbagai kesempatan Pak Appi selalu mengingatkan dan mengajak kami untuk mengabdikan diri untuk rakyat dengan senantiasa bekerja ikhlas dan selalu berpedoman bahwa jabatan yang diemban sebagai amanah,” kata Guli Arif, koleganya di perusahaan.
Ditengah hiruk pikuk politik dengan para aktornya sibuk pencitraan, Appi memilih tetap bekerja dan cenderung mengabaikan cara-cara instan dalam mengambil simpati publik.
”Ia ikhlas bekerja dan bahkan konsisten dengan ucapannya, jangankan gajinya, justru banyak dana pribadinya disumbangkan untuk membantu rakyat yang membutuhkan,” tambah Guli.
(Rusman Madjulekka)